BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pada umumnya, tingkat apresiasi sastra
saat ini semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena kurangnya minat seseorang
untuk membaca dan membuat sebuah karya sastra. Selain itu, banyak karya sastra
baik yang berupa cerpen atau novel yang pada umumnya tidak begitu memperhatikan
unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik dalam cerita tersebut. Karya sastra
tersebut hanya dibuat dengan tujuan untuk kepentingan ekonomis saja, sehingga
pengarang kurang memperhatikan unsur-unsur tersebut. Sedangkan karya sastra
yang baik adalah karya sastra yang mengandung unsur-unsur intrinsik maupun
unsur-unsur ekstrinsik yang sesuai dengan ketentuan. Hal ini yang mengakibatkan
perkembangan harya sastra di Indonesia menurun.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka
masalah-masalah yang akan diidentifikasi yaitu:
a. Kajian pustaka unsur intrinsik.
b.
Kajian pustaka unsur ekstrinsik.
c. Kajian unsur intrinsik cerpen.
C. Pembatasan
Masalah
Pada suatu karya tulis diperlukan suatu
pembatasan masalah, karena banyak masalah yang bisa dibahas dan semuanya tidak
dapat dibahas pada kesempatan ini. Pada kajian ini. Parmasalahan hanya dibatasi
pada kajian unsur intrinsik cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)”
karya Rinrin Migristi.
D. Rumusan
Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan pembatasan
masalah, maka rumusan masalah pada kajian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.
Apakah cerpen
itu?
2.
Anlisis unsure
intrinsic cerpen “Bunga Rumput
(Dandelion)” karya Rinrin Migristi yang meliputi:
a. Apa tema dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
b.
Dimana latar dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
c.
Siapa tokoh dan
bagaimana perwatakan dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
d.
Bagaimana alur atau plot dalam cerpen Bunga
Rumput (Dandelion)?
e. Bagaimana sudut pandang dalam cerpen Bunga
Rumput (Dandelion)?
f. Apa pesan moral atau amanat dalam cerpen Bunga
Rumput (Dandelion)?
E. Tujuan
Menganalisis Cerpen
Tujuan
penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui
unsur intrinsik cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristin.
.
F.
Manfaat
Menganalisis Cerpen
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat
berguna sebagai jembatan pemahaman bagi pembaca dengan pengarangnya untuk
memahami unsur intrinsik dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi.
G.
Gambaran
Umum Isi Laporan Analisis
Laporan analisis cerpen ini, penulis kelompokkan
menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu: 1) bagian awal, 2) bagian isi, dan 3)
bagian akhir. Bagian awal analisis ini berisi 1) judul, 2) persetujuan guru
pembimbing, 3). pernyataan keaslian, 4) prakata, dan 5) daftar isi. Bagian isi
ini terbagi menjadi empat bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori,
Bab III Hasil Analisis, dan Bab IV Penutup. Isi masing-masing Bab dapat penulis
jelaskan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan berisi:
a) Latar Belakang Masalah
b) Identifikasi Masalah.
c)
Pembatasan Masalah.
d)
Rumusan Masalah.
e) Tujuan Analisis.
f) Maksud Analisis.
g) Gambaran
Umum Isi Laporan Analisis.
2.
Bab II Landasan Teori
Pada bagian landasan teori
berisi tentang teori-teori cerpen dan unsur- unsur instrinsik dan ektrinsiknya.
Landasan teori ini sebagai pijakan bagi penulis untuk menjawab
permasalahan-permasalahan melakukan analisis cerpen.
3.
Bab III Hasil Analisis Cerpen
Bagisn analisis cerpen berisi kajian secara cermat
tentang cerpen menjawab permasalah yang telah dirumuskan.
4.
Bab IV Petutup
Bagian penutup berisi simpulan dan saran.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Cerpen
Pada hakikatnya cerpen adalah cerita fiksi atau
rekaan. Secara etimologis fiksi atau rekaan berasal dari bahasa inggris yakni
fiction. Kleden (1998 : 13-15 ) menyatakan bahwa dalam bahasa Inggris ,
perkataan fictive, atau fictius, mengandung pengertian nonreal. Dengan demikian
, fictio berarti sesuatu yang di konstruksikan, dibuat-buat atau di buat. Jadi,
kalauoun ada unsure khayal maka khayalan disana tidak menekankan segi
nonrealnya tetapi segi konstruktif, segi infentif dan segi kreatifnya.
Berdasarkan pengertian cerpen diatas, penulis
menyimpulkan bahwa cerpen adalah cerita fiksi (nonreal) pendek yang mengandung
unsure-unsur intrinsic.
B.
Tema
Temua adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang
mendasari suatu karya sastra.
Tema
cerpen ialah dasar cerita, yaitu suatu konsep atau ide atau gagasan yang
menjadi dasar diciptakanya sebuah cerpen, (Stanton 1965:4; Kenney 1966:88;
Perrine 1966:117; Yudiono 1981:21). Sebuah tema biasanya dipergunakan untuk
memberi nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai suatu subjek, motif
atau topic, (Laverty,[et al],1971:543).
Menurut jenisnya tema dapat dibedakan atas tema
mayor dan tema minor. Tema mayor ialah tema pokok, yakni permasalahan yang
paling dominan menjiwai suatu karya sastra. Tema minor atau tema bawahan ialah
permasalahan yang merupakan cabang dari tema mayor (Stanton 1965). Tidak
demikian halnya dengan cerpen, karena cerpen itu harus singkat, padat, dan
berkesan tunggal maka tema yang dikandungnya juga tidak boleh bercabang. Tema
cerpen berpusat pada satu persoalan. Dengan kata lain, dalam cerpen terdapat
satu tema, dan tema itu terbatas.
Berdasarkan pengertian tema diatas,
penulis menyimpulkan bahwa Tema adalah ide pokok,gagasan atau intisari dari
suatu karya sastra atau dengan kata lain tema ialah pokok persoalan yang si
ungkap dalam karya sastra.
C.
Amanat
Amanat adalah pesan pengarang yang hendak disampikan
pengarang melalui dramanya dan harus dicari oleh pembaca atupun penonton,
(Rohmadi, 2008:145). Tidak mustahil dari beberapa cerpen yang dibangun dari
tema yang kurang lebih sama tersimpul beberapa amanat yang saling berbeda (Ali
(Ed.) 1967:118; Esten 1984:88; Sudjiman (Ed.) 1984:5).
Amanat dapat disampaikan oleh penulis melalui dua
cara. Cara pertama, amanat disampaikan secara tersurat; maksudnya, pesan yang
hendak disampaikan oleh penulis ditulis secara langsung di dalam cerpen;
biasanyna diletakkan pada bagian akhir cerpen. Dalam hal ini pembaca dapat
langsung mengetahui pesan yang disampaikan oleh penulis. Cara yang kedua,
amanat disampaikan secara tersirat; maksudnya, pesan tidak dituliskan secara
langsung di dalam teks cerpen melainkan disampaikan melalui unsur-unsur cerpen.
Pembaca diharapakan dapat menyimpulkan sendiri pesan ynag terkandung di dalam
cerpen yang dibacanya.
Berdasarkan pengertian amanat diatas, penulis
menyipulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin di sampaikan oleh penulis dari
sebuah karya sastra kepada pembaca,baik secara tersurat, maupun secara
tersirat.
- Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang dikisahkan
perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun
penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Sedangkan penokohan menunjuk
pada sifat tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, menunjuk pada kualitas
pribadi tokoh, (Nurgiyantoro,2002:165). Dalam cerpen tokoh cerpen tidak harus
berwujud manusia melainkn juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain
yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia, (Stanton 1965; Foster
1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:83-118; Nurgiyantoro 2005: 222-223).
Dilihat dari perannya dalam sebuah cerita, secara
garis besar tokoh dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh
bawahan atau tokoh sampingan. Tokoh utama ialah tokoh yang memegang peran utama
dalam cerita, dan tokoh bawahan atau tokoh sampingan ialah tokoh-tokoh lain
yang menjadi pendukung bagi jalannya cerita, (Forster, 1954:69-99; Kenney,
1966:24-37; Perrine, 1966:83-116).
Berdasarkan pengertian penokohan diatas,
penulis menyimpulkan bahwa penokohan adalah cara penulis menggambarkan
perwatakan tokoh, baik secara analitik (ungkapan penulis.
E.
Alur
Alur adalah cerita yang berisi urutan-urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain
(Stanton 1965:14). Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga
menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini
terjadilah sebuah cerita.
Berdasarkan hukum alur Aristoteles, sebuah plot
terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap awal (beginning), tahap tengah (middle),
dan tahap akhir (end) (Abrams 1981). Tahap awal cerita biasanya disebut sebagai
tahap perkenalan, Tahap tengah disebut juga tahap pertikaian, menampilkan
konflik yang sudah mulai dibangun pada tahap awal, konflik menjadi semakin
meningkat sampai pada klimaks atau puncak. Tahap akhir disebut juga tahap
peleraian, menampilkan adegan tertentu yang merupakan penyelesaian dari konflik
yang terjadi pada klimaks (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23;
Perrine 1966:58-82; Brooks 1984).
Berdasarkan jumlah atau secara kuantitatif, alur
dapat dikategorikan menjadi dua, yakni alur tunggal dan alur ganda. Karya
sastra fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita
dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang serba hero. Cerita pada
umunya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut. Dalam alur ganda
terdapat lebih dari satu alur. Struktur alur dalam crita yang beralur ganda
dapat terdiri atas adanya sebuah alur utama (main plot) dan alur-alur tambahan
(sub-subplot), (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine
1966:58-82; Brooks 1984).
Berdasarkan pengertian alur di atas, penulis
menyimpulkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa ke peristiwa lain yang
memiliki hubungan sebab akibat.
F. Latar
Latar adalah ruang terjadinya peristiwa
dalam cerita, yaitu mencekup tempat, waktu, dan suasana. Latar adalah keterangan, petunjuk, pengacu
yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam
sebuah karya sastra (Dewi Darmawati, PR Bahasa Indonesia:19). Latar adalah
gambaran tentang tempat dan waktu atau masa terjadinya cerita (Hudson 1965:159;
Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
Menurut Nurgiantoro
(2004:227-233) latar dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Latar
Tempat
Mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa.
2. Latar
Waktu
Berhubungan
dengan masalah kapan terjadinya peristiwa.
3.
Latar Sosial atau Suasana
Mengacu pada hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat
di suatu tempat yang diceritakan.
Latar dapat difungsikan sebagai metafora, atmosfer,
dan penonjolan. Latar yang difungsikan sebagai metafora adalah latar yang
difungsikan sebagai suatu proyeksi atau objektifikasi keadaan internal
tokoh-tokoh dari kondisi spiritual tertentu. Latar yang difungsikan sebagai
atmosfir adalah latar yang digunakan sebagai sarana untuk mengarahkan emosi
pembaca memasuki cerita. Latar yang difungsikan sebagai penonjolan adalah latar
yang digunakan untuk menonjolkan tempat atau waktu atau keadaan sosial tertentu
(Hudson 1965:159; Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
Berdasarkan
pengertian latar diatas, penulis menyimpulkan bahwa latar ialah tempat kejadian
cerita, waktu dan suasana dari karya sastra.
G.
Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi fisik, tempat persona (pembicara) melihat dan menyajikan gagasan atau peristiwa; merupakan perspektif (pemandangan) fisik dalam
ruang dan waktu yang dipilih oleh seorang pengarang bagi personanya (laverty
[et all], 1971:337-8). Menurut Abrams (1981:142) point of view adalah cara dan/atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Ahli sastra yang membedakan keduanya berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan pusat pengisahan adalah “titik tumpu penderitaan”,
pangkal sebuah cerita dikisahkan oleh pengarang, pelaku yang dipergunakan
pengarang untuk memaparkan kisahnya. Bentuk pusat pengisahan mencakupi (1)
Orang Pertama Tunggal, atau Akuan; (2) Orang Ketiga Tunggal, atau Diaan; (3)
Campuran antara Diaan dan Akuan. Adapun sudut pandang adalah posisi yang
diambil oleh pencerita (pengarang) dalam memaparkan cerita. Bentuk sudut
mencakupi (1) Pengarang Serba tahu, atau Pengarang sebagai Dalang; (2)
Pengarang Observer, atau Pengarang sebagai Pengamat.
Berdasarkan pengertian sudut pandang di atas,
penulis menyimpulkan bahwa sudut padang adalah cara pengarang bercerita. Ada
dua cara:
1. Akuan atau
orang pertama,yang di bagi menjadi dua:
a.
pelaku utama (
sering muncul )
b.
pelaku
sampingan.
2. Diaan atau orang
ketiga,yang di bagi menjadi dua:
a.
pengamat (tahu
secara fisik )
b.
serba tahu (tahu
sampai secara batin)
BAB
III
KAJIAN
UNSUR INSTRINSIK
A. Tema
Tema yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga
Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah akhir dari penantian sang
bunga rumput.
B. Penokohan
Penokohan yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga
Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah
1. Angin memiliki watak :
a. Ramah
Dapat
diketahui dari kalimat: “Mungkin karena aku memang ramah. Atau juga karena kau
begitu cantik. Tapi sebetulnya aku menyapa seisi dunia. Walaupun tidak semua
secantik dirimu. Aku juga menyapa pohon, telaga, pasir di pantai. Bahkan
tumpukan sampah yang dihasilkan manusia. Aku memang menyukaimu. Kalau kau
bertanya apa sebabnya, aku pun tidak tahu,” jawab sang angin.
b.
Periang
Dapat diketahui dari kalimat : Angin
kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah sekali. Yang harus kau
lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
Angin tertawa dan tertawa dan tertawa lagi. “Kau lucu sekali. Kau
tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri untuk bisa bertualang keliling
dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat perubahan pada dirimu,” jawab
sang angin
c.
Bijaksana
Dapat diketahui dari kalimat :” Angin menyuruh bunga
rumput melihat ke bawah. Di sana tampak bertebaran kelopak-kelopak bunga.
Mereka sudah rontok dan kering terbakar matahari. “Tahukah kamu, kamu sudah
sangat berubah. Kelopakmu mengering semua dan jatuh ke tanah. Tidakkah kau
sadari itu?” tanya angin. “Dan kini kau berdiri tanpa kelopak yang dulu kau
banggakan karena mereka begitu cantik. Sekarang kuntummu dipenuhi benang-benang
sari yang rapuh. Kapan pun kau katakan siap, kau bisa terbang bersamaku
keliling dunia kini. Hanya saja kau harus menyadari satu hal. Kau takkan bisa
kembali ke tempat ini. Tubuhmu akan tercerai-berai karena kau menjadi
sekumpulan benang sari. Dan kelak mereka akan memiliki jiwanya masing-masing.
Setiap jiwa itu akan mencari takdirnya sendiri-sendiri. Saat itu, kau tak akan
pernah menjadi dirimu lagi. Kau akan menjadi diri-diri yang berbeda satu sama
lain. Setiap diri itu akan menemukan tempatnya masing-masing untuk tumbuh. Mungkin
di suatu tempat di dalam hutan. Mungkin di sebuah oasis di tengah gurun pasir
yang terik menyengat. Atau di tepi sebuah sungai yang menghanyutkan. Sekarang
kau akan benar-benar terbang bersamaku. Apa kau bersedia?”
“Tentu saja kau akan mati. Bahkan bila kau tidak melakukan
apa-apa. Saat ini pun benang-benang sari di kuntummu mulai berguguran. Tapi
akhir dari hidupmu adalah awal bagi kehidupan mereka yang lepas dari dirimu.”
Angin menatap bunga rumput beberapa
saat dengan sayang. Ia membiarkan bunga rumput menghabiskan kesedihannya.
2. Dandelion
memiliki watak :
a.
Suka mengeluh
Dapat
diketahui dari kalimat: “Kau tentu sudah mengunjungi
banyak tempat. Pasti sangat menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak
bebas ke sana kemari. Kadang aku iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku
tumbuh di tempat yang luas dan seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku
pun ingin mengunjungi tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga
rumput.
b.
Pesimis
Dapat
diketahui dari kalimat: “Tapi, aku bisa saja mati
sebelum tiba di tempat-tempat itu?”
Bunga rumput terdiam beberapa
saat. Sebelum akhirnya memutuskan. Ia mengurungkan niatnya. “Dunia tampak
begitu menantang, tetapi juga menakutkan. Mungkin lebih baik jika aku
menebarkan benihku di sini saja. Dekat dengan diriku sendiri,” katanya.
C. Alur
Alur yang
digunakan dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi adalah alur maju ,yaitu: Sehari. Dua
hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung hari-hari yang dilaluinya. Hatinya
berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih sering menyapanya. Tapi ia tidak
pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya menjawab, “Tunggu saja!” setiap
kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya sudah berubah atau belum.
Hingga pada hari kelima. Angin menghampiri bunga rumput dan
berteriak, “Ini saatnya! Apa kau sudah siap?”
D. Latar
Latar
yang terdapat dalam cerpen yang berjudul Mama yang Berhati Emas adalah sebagai
berikut :
a. Latar
Tempat :
1) Tempat yang luas.
Dapat
diketahui dari kalimat: “Kau tentu sudah mengunjungi
banyak tempat. Pasti sangat menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak
bebas ke sana kemari. Kadang aku iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku
tumbuh di tempat yang luas dan seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku
pun ingin mengunjungi tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga
rumput
b. Latar waktu
1) Sehari. Dua hari. Tiga hari.
Dapat diketahui dari kalimat: Sehari. Dua
hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung hari-hari yang dilaluinya. Hatinya
berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih sering menyapanya. Tapi ia tidak
pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya menjawab, “Tunggu saja!” setiap
kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya sudah berubah atau belum.
2) Tiga hari
Dapat diketahui
dari kalimat: Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan angin saat
itu. Kuntum sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang sarinya rontok
satu per satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca semakin panas. Dan
hujan tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan angin yang selalu
mengajaknya bercanda.
c.
Latar Suasana
1) Terharu
Dapat diketahui dari kalimat:
Ajari aku!” seru bunga rumput tiba-tiba. “Ajari aku untuk hidup. Walau setelah
kematianku. Ajari aku menjadi roh bagi semesta. Ajari aku untuk terbang. Bawa
aku ke mana pun kau inginkan. Beri tahu aku bagaimana caranya!” Lalu bunga
rumput terisak. Hatinya pilu. Ia tahu kalau ia akan mati tak lama lagi. Tapi
hanya sedikit yang ia ketahui tentang tempat tujuannya setelah mati.
2) Sedih
Dapat diketahui dari kalimat:
Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan angin saat itu. Kuntum
sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang sarinya rontok satu per
satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca semakin panas. Dan hujan
tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan angin yang selalu
mengajaknya bercanda.
3)
Marah
Dapat diketahui dari kalimat: “Kenapa kau selalu tertawa tanpa beban seperti itu?
Tidakkah kau tahu, aku sekarat saat ini?” tanya bunga rumput. Ia sedih,
menganggap angin tidak peduli padanya
E. Sudut
Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen
yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah sudut
pandang orang ketiga.hal tersbut
ditandai dengan penggunaan kata.
Dapat diketahui dari kalimat: Angin kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah
sekali. Yang harus kau lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
Bunga
rumput sejenak diam. Ia memang sudah menanti saat-saat ini. Tapi ia merasa
masih harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. “Yang
kau maksud perubahan pada diriku itu sebetulnya seperti apa? Aku masih merasa
biasa-biasa saja. Masih berdiri di tempat ini dan tak bisa berjalan ke
mana-mana.”
F. Amanat
Amanat cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya
Rinrin Migristi ialah tidak perlu menjadi orang lain untuk menggapai impian,
hanya perlu keberanian dan kesabaran untuk mencapainya.
Dapat
diketahui dari kalimat: Angin tertawa dan tertawa dan
tertawa lagi. “Kau lucu sekali. Kau tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri
untuk bisa bertualang keliling dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat
perubahan pada dirimu,” jawab sang angin.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari BAB III dapat disimpulkan unsur-unsur intrinsik
yang terdapat pada cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi antara lain :
1. Tema yang
terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi ialah
2.
Penokohan dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi ialah:
a.
Angin : ramah, periang dan bijaksana.
b.
Dandelion : suka mengeluh dan pesimis.
3.
Alur dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah alur
maju.
4.
Latar yand terdapat dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin
Migristi ialah
a.
Latar tempat : tempat yang luas.
b.
Latar waktu :sehari. Dua hari. Tiga hari dan Tiga hari berlalu.
5.
Sudut pandang dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi
ialah sudut pandang orang ketiga.
6.
Amanat dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah
tidak perlu menjadi orang lain untuk menggapai impian, hanya perlu keberanian
dan kesabaran untuk mencapainya
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1981. A Glosarry of Literary Terms. New York: Holt,
Rinehart and Winston.
Ali, Lukman (Ed.). 1981. Leksikon Kasusasteraan Indonesia.
Jakarta: Gramedia.
Esten, M. (Ed.). 1988.
Menjelang teori dan kritik Susastra Indonesia yang Relevan. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Hudson, William Henry.
1965. An Introduction to the study of
literature. London: George G. Harrap.
Jassin, H.B.1965. Analisa, Sorotan Cerita Pendek. Jakarta:
Gunung Agung.
Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York:
Monarch Press.
Nurgiyantoro, Burhan.
2002. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Perrine, L. 1983. Story and Structure. New York: Harcourt
Brace Jovanivich, Publisher.
Sudjiman, Panuti (Ed.).
1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta:
Gramedia.
Yudiono, K.S. 1984. Bagaimana Mengarang Cerpen. Semarang:
Yayasan Keluarga Penulis & Prabhantara.
.
LAMPIRAN
Bunga rumput (Dandelion)
Karya Rinrin
Migristin
“Kau tidak merasa bosan menyapaku setiap hari?” sekuntum
bunga rumput bertanya pada angin yang bertiup semilir menggoyangkan kelopak dan
daunnya. Sang angin semilir tertawa. Terus bergerak ke kiri, ke kanan, ke atas,
ke bawah, kadang berputar.
“Mungkin karena aku memang ramah. Atau juga karena kau
begitu cantik. Tapi sebetulnya aku menyapa seisi dunia. Walaupun tidak semua
secantik dirimu. Aku juga menyapa pohon, telaga, pasir di pantai. Bahkan
tumpukan sampah yang dihasilkan manusia. Aku memang menyukaimu. Kalau kau
bertanya apa sebabnya, aku pun tidak tahu,” jawab sang angin.
“Kau tentu sudah mengunjungi banyak tempat. Pasti sangat
menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak bebas ke sana kemari. Kadang aku
iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku tumbuh di tempat yang luas dan
seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku pun ingin mengunjungi
tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga rumput.
Angin kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah
sekali. Yang harus kau lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
“Menunggu? Menunggu apa? Apakah aku bisa menjadi angin
suatu saat nanti?” tanya sang bunga rumput kebingungan.
Angin tertawa dan tertawa dan tertawa lagi. “Kau lucu
sekali. Kau tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri untuk bisa bertualang
keliling dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat perubahan pada
dirimu,” jawab sang angin.
Sehari. Dua hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung
hari-hari yang dilaluinya. Hatinya berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih
sering menyapanya. Tapi ia tidak pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya
menjawab, “Tunggu saja!” setiap kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya
sudah berubah atau belum.
Hingga pada hari kelima. Angin menghampiri bunga rumput dan
berteriak, “Ini saatnya! Apa kau sudah siap?”
Bunga
rumput sejenak diam. Ia memang sudah menanti saat-saat ini. Tapi ia merasa
masih harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. “Yang
kau maksud perubahan pada diriku itu sebetulnya seperti apa? Aku masih merasa
biasa-biasa saja. Masih berdiri di tempat ini dan tak bisa berjalan ke
mana-mana.”
Angin menyuruh bunga rumput melihat ke bawah. Di sana
tampak bertebaran kelopak-kelopak bunga. Mereka sudah rontok dan kering
terbakar matahari. “Tahukah kamu, kamu sudah sangat berubah. Kelopakmu
mengering semua dan jatuh ke tanah. Tidakkah kau sadari itu?” tanya angin. “Dan
kini kau berdiri tanpa kelopak yang dulu kau banggakan karena mereka begitu
cantik. Sekarang kuntummu dipenuhi benang-benang sari yang rapuh. Kapan pun kau
katakan siap, kau bisa terbang bersamaku keliling dunia kini. Hanya saja kau
harus menyadari satu hal. Kau takkan bisa kembali ke tempat ini. Tubuhmu akan
tercerai-berai karena kau menjadi sekumpulan benang sari. Dan kelak mereka akan
memiliki jiwanya masing-masing. Setiap jiwa itu akan mencari takdirnya
sendiri-sendiri. Saat itu, kau tak akan pernah menjadi dirimu lagi. Kau akan
menjadi diri-diri yang berbeda satu sama lain. Setiap diri itu akan menemukan
tempatnya masing-masing untuk tumbuh. Mungkin di suatu tempat di dalam hutan.
Mungkin di sebuah oasis di tengah gurun pasir yang terik menyengat. Atau di
tepi sebuah sungai yang menghanyutkan. Sekarang kau akan benar-benar terbang
bersamaku. Apa kau bersedia?”
“Tapi, aku
bisa saja mati sebelum tiba di tempat-tempat itu?”
“Tentu saja kau akan mati. Bahkan bila kau tidak melakukan
apa-apa. Saat ini pun benang-benang sari di kuntummu mulai berguguran. Tapi
akhir dari hidupmu adalah awal bagi kehidupan mereka yang lepas dari dirimu.”
Bunga rumput terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya
memutuskan. Ia mengurungkan niatnya. “Dunia tampak begitu menantang, tetapi
juga menakutkan. Mungkin lebih baik jika aku menebarkan benihku di sini saja.
Dekat dengan diriku sendiri,” katanya.
“Baiklah. Aku paham,” kata sang angin. Nadanya menyesal. Ia
lalu pergi. Membiarkan bunga rumput dengan puluhan benang sari di tubuhnya.
“Maafkan aku,” ucap sang bunga rumput pelan. Ia tidak
menyangka kalau keinginannya ternyata memiliki risiko amat besar.
Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan
angin saat itu. Kuntum sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang
sarinya rontok satu per satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca
semakin panas. Dan hujan tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan
angin yang selalu mengajaknya bercanda.
Hingga kemudian angin itu datang. Masih tertawa jenaka
seperti dulu.
“Kenapa kau selalu tertawa tanpa beban seperti itu?
Tidakkah kau tahu, aku sekarat saat ini?” tanya bunga rumput. Ia sedih,
menganggap angin tidak peduli padanya.
“Kenapa harus bersedih? Apakah menurutmu mati itu kabar
buruk? Sayang sekali kalau begitu. Tidakkah kau tahu, aku pun dulu adalah
makhluk hidup seperti dirimu? Dan kini aku adalah roh yang memiliki duniaku
sendiri. Percayalah padaku. Kematianmu adalah awal bagi kehidupan yang lain.”
Angin bercerita panjang lebar pada bunga rumput yang takjub menatapnya tak
berkedip.
“Lagi pula, aku akan selalu menyukaimu meski kau tak
secantik dirimu yang dulu. Bukankah kau tahu itu?” tambahnya dengan senyum dan
tawa yang terdengar jenaka di pendengaran bunga rumput.
“Ajari aku!” seru bunga rumput tiba-tiba. “Ajari aku untuk
hidup. Walau setelah kematianku. Ajari aku menjadi roh bagi semesta. Ajari aku
untuk terbang. Bawa aku ke mana pun kau inginkan. Beri tahu aku bagaimana
caranya!” Lalu bunga rumput terisak. Hatinya pilu. Ia tahu kalau ia akan mati
tak lama lagi. Tapi hanya sedikit yang ia ketahui tentang tempat tujuannya
setelah mati.
Angin menatap bunga rumput beberapa saat dengan sayang. Ia
membiarkan bunga rumput menghabiskan kesedihannya.
“Aku tidak akan membawamu ke mana-mana, bunga rumput. Aku
hanya akan mengantarkanmu pada dirimu sendiri. Buka matamu dan lihatlah
sekeliling,” ujar angin.
Bunga rumput menghentikan isaknya. Lalu melihat sekeliling
dirinya. Ternyata angin telah membawanya lepas dari kuntum yang membuatnya
merasa sekarat. Ia terbang bersama angin. Di bawahnya gunung dan lembah-lembah.
Sungai-sungai tampak begitu indah.
“Apa yang kau rasakan?” tanya angin.
Bunga rumput tidak menjawab. Ia memandang semua itu dengan
hati yang bergetar. Ia tidak berani membayangkan seperti apa bentuk tubuhnya
sekarang. Apakah ia masih bunga rumput yang bergoyang ditiup angin. Ataukah
kumpulan benang sari yang terbang dibawa angin. Ia hanya merasa begitu bebas.
Begitu merdeka. Tak habis-habisnya ia berputar. Meliuk bersama angin yang
membawanya menari.
“Siapakah aku?” tanyanya kemudian.
“Ha-ha….” Angin tergelak beberapa saat, lalu berbisik. “Aku
bunga rumput. Kau adalah aku.”
Beberapa hari berselang. Sebatang rumput mulai memekarkan
kelopak bunganya. Warnanya kuning cerah. Disambut selarik angin. Ia tertawa-tawa
dengan jenaka, “Selamat pagi, bunga cantik.”
-Rinrin Migristin-
*Cerpen ini dimuat di Tribun Jabar 3 Mei 2009, waktu dimana
ia berpulang kembali kepada-Nya dalam usia 29 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar