Minggu, 19 Januari 2014

Analisis unsur intrinsik cerpen " Bunga Rumput (dandelion)"

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pada umumnya, tingkat apresiasi sastra saat ini semakin berkurang. Hal itu disebabkan karena kurangnya minat seseorang untuk membaca dan membuat sebuah karya sastra. Selain itu, banyak karya sastra baik yang berupa cerpen atau novel yang pada umumnya tidak begitu memperhatikan unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsik dalam cerita tersebut. Karya sastra tersebut hanya dibuat dengan tujuan untuk kepentingan ekonomis saja, sehingga pengarang kurang memperhatikan unsur-unsur tersebut. Sedangkan karya sastra yang baik adalah karya sastra yang mengandung unsur-unsur intrinsik maupun unsur-unsur ekstrinsik yang sesuai dengan ketentuan. Hal ini yang mengakibatkan perkembangan harya sastra di Indonesia menurun.
B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diidentifikasi yaitu:
a.  Kajian pustaka unsur intrinsik.
b. Kajian pustaka unsur ekstrinsik.
c.  Kajian unsur intrinsik cerpen.
C.     Pembatasan Masalah
Pada suatu karya tulis diperlukan suatu pembatasan masalah, karena banyak masalah yang bisa dibahas dan semuanya tidak dapat dibahas pada kesempatan ini. Pada kajian ini. Parmasalahan hanya dibatasi pada kajian unsur intrinsik cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi.



D.    Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah pada kajian ini dirumuskan sebagai berikut:
1.   Apakah cerpen itu?
2.   Anlisis unsure intrinsic cerpen  “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi yang meliputi:
a.  Apa tema dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
b. Dimana latar dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
c.    Siapa tokoh dan bagaimana perwatakan dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
d.                   Bagaimana alur atau plot dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
e.  Bagaimana sudut pandang dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
f.  Apa pesan moral atau amanat dalam cerpen Bunga Rumput (Dandelion)?
E.     Tujuan Menganalisis Cerpen
Tujuan penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui unsur intrinsik cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)”  karya Rinrin Migristin.                                                                .
F.      Manfaat Menganalisis Cerpen
Manfaat penulisan ini diharapkan dapat berguna sebagai jembatan pemahaman bagi pembaca dengan pengarangnya untuk memahami unsur intrinsik dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi.
G.    Gambaran Umum Isi Laporan Analisis
Laporan analisis cerpen ini, penulis kelompokkan menjadi tiga bagian. Ketiga bagian itu: 1) bagian awal, 2) bagian isi, dan 3) bagian akhir. Bagian awal analisis ini berisi 1) judul, 2) persetujuan guru pembimbing, 3). pernyataan keaslian, 4) prakata, dan 5) daftar isi. Bagian isi ini terbagi menjadi empat bab, yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III Hasil Analisis, dan Bab IV Penutup. Isi masing-masing Bab dapat penulis jelaskan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan
 Pada bagian pendahuluan berisi:
  a) Latar Belakang Masalah
b) Identifikasi Masalah.
  c) Pembatasan Masalah.
  d) Rumusan Masalah.
  e) Tujuan Analisis.
  f) Maksud Analisis.
  g) Gambaran Umum Isi Laporan Analisis.
2. Bab II Landasan Teori
Pada bagian landasan teori berisi tentang teori-teori cerpen dan unsur- unsur instrinsik dan ektrinsiknya. Landasan teori ini sebagai pijakan bagi penulis untuk menjawab permasalahan-permasalahan melakukan analisis cerpen.
3. Bab III Hasil Analisis Cerpen
Bagisn analisis cerpen berisi kajian secara cermat tentang cerpen menjawab permasalah yang telah dirumuskan.
4. Bab IV Petutup
Bagian penutup berisi simpulan dan saran.










BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Cerpen
Pada hakikatnya cerpen adalah cerita fiksi atau rekaan. Secara etimologis fiksi atau rekaan berasal dari bahasa inggris yakni fiction. Kleden (1998 : 13-15 ) menyatakan bahwa dalam bahasa Inggris , perkataan fictive, atau fictius, mengandung pengertian nonreal. Dengan demikian , fictio berarti sesuatu yang di konstruksikan, dibuat-buat atau di buat. Jadi, kalauoun ada unsure khayal maka khayalan disana tidak menekankan segi nonrealnya tetapi segi konstruktif, segi infentif dan segi kreatifnya.
Berdasarkan pengertian cerpen diatas, penulis menyimpulkan bahwa cerpen adalah cerita fiksi (nonreal) pendek yang mengandung unsure-unsur intrinsic.
B.     Tema
Temua adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra.
Tema cerpen ialah dasar cerita, yaitu suatu konsep atau ide atau gagasan yang menjadi dasar diciptakanya sebuah cerpen, (Stanton 1965:4; Kenney 1966:88; Perrine 1966:117; Yudiono 1981:21). Sebuah tema biasanya dipergunakan untuk memberi nama bagi suatu pernyataan atau pikiran mengenai suatu subjek, motif atau topic, (Laverty,[et al],1971:543).
Menurut jenisnya tema dapat dibedakan atas tema mayor dan tema minor. Tema mayor ialah tema pokok, yakni permasalahan yang paling dominan menjiwai suatu karya sastra. Tema minor atau tema bawahan ialah permasalahan yang merupakan cabang dari tema mayor (Stanton 1965). Tidak demikian halnya dengan cerpen, karena cerpen itu harus singkat, padat, dan berkesan tunggal maka tema yang dikandungnya juga tidak boleh bercabang. Tema cerpen berpusat pada satu persoalan. Dengan kata lain, dalam cerpen terdapat satu tema, dan tema itu terbatas.
Berdasarkan pengertian tema diatas, penulis menyimpulkan bahwa Tema adalah ide pokok,gagasan atau intisari dari suatu karya sastra atau dengan kata lain tema ialah pokok persoalan yang si ungkap dalam karya sastra.
C.     Amanat
Amanat adalah pesan pengarang yang hendak disampikan pengarang melalui dramanya dan harus dicari oleh pembaca atupun penonton, (Rohmadi, 2008:145). Tidak mustahil dari beberapa cerpen yang dibangun dari tema yang kurang lebih sama tersimpul beberapa amanat yang saling berbeda (Ali (Ed.) 1967:118; Esten 1984:88; Sudjiman (Ed.) 1984:5).
Amanat dapat disampaikan oleh penulis melalui dua cara. Cara pertama, amanat disampaikan secara tersurat; maksudnya, pesan yang hendak disampaikan oleh penulis ditulis secara langsung di dalam cerpen; biasanyna diletakkan pada bagian akhir cerpen. Dalam hal ini pembaca dapat langsung mengetahui pesan yang disampaikan oleh penulis. Cara yang kedua, amanat disampaikan secara tersirat; maksudnya, pesan tidak dituliskan secara langsung di dalam teks cerpen melainkan disampaikan melalui unsur-unsur cerpen. Pembaca diharapakan dapat menyimpulkan sendiri pesan ynag terkandung di dalam cerpen yang dibacanya.
Berdasarkan pengertian amanat diatas, penulis menyipulkan bahwa amanat adalah pesan yang ingin di sampaikan oleh penulis dari sebuah karya sastra kepada pembaca,baik secara tersurat, maupun secara tersirat.
  1. Penokohan
Tokoh adalah pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Sedangkan penokohan menunjuk pada sifat tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, menunjuk pada kualitas pribadi tokoh, (Nurgiyantoro,2002:165). Dalam cerpen tokoh cerpen tidak harus berwujud manusia melainkn juga dapat berupa binatang atau suatu objek yang lain yang biasanya merupakan bentuk personifikasi manusia, (Stanton 1965; Foster 1954:69-99; Keeney 1966: 24-37; Perrine 1966:83-118; Nurgiyantoro 2005: 222-223).
Dilihat dari perannya dalam sebuah cerita, secara garis besar tokoh dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh bawahan atau tokoh sampingan. Tokoh utama ialah tokoh yang memegang peran utama dalam cerita, dan tokoh bawahan atau tokoh sampingan ialah tokoh-tokoh lain yang menjadi pendukung bagi jalannya cerita, (Forster, 1954:69-99; Kenney, 1966:24-37; Perrine, 1966:83-116).
Berdasarkan pengertian penokohan diatas, penulis menyimpulkan bahwa penokohan adalah cara penulis menggambarkan perwatakan tokoh, baik secara analitik (ungkapan penulis.
E.     Alur
Alur adalah cerita yang berisi urutan-urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain (Stanton 1965:14). Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah cerita.
Berdasarkan hukum alur Aristoteles, sebuah plot terdiri atas tiga tahap, yaitu tahap awal (beginning), tahap tengah (middle), dan tahap akhir (end) (Abrams 1981). Tahap awal cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan, Tahap tengah disebut juga tahap pertikaian, menampilkan konflik yang sudah mulai dibangun pada tahap awal, konflik menjadi semakin meningkat sampai pada klimaks atau puncak. Tahap akhir disebut juga tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu yang merupakan penyelesaian dari konflik yang terjadi pada klimaks (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58-82; Brooks 1984).
Berdasarkan jumlah atau secara kuantitatif, alur dapat dikategorikan menjadi dua, yakni alur tunggal dan alur ganda. Karya sastra fiksi yang berplot tunggal biasanya hanya mengembangkan sebuah cerita dengan menampilkan seorang tokoh utama protagonis yang serba hero. Cerita pada umunya hanya mengikuti perjalanan hidup tokoh tersebut. Dalam alur ganda terdapat lebih dari satu alur. Struktur alur dalam crita yang beralur ganda dapat terdiri atas adanya sebuah alur utama (main plot) dan alur-alur tambahan (sub-subplot), (Stanton 1965; Forster 1954:126-154; Keeney 1966:8-23; Perrine 1966:58-82; Brooks 1984).
Berdasarkan pengertian alur di atas, penulis menyimpulkan bahwa alur adalah rangkaian peristiwa ke peristiwa lain yang memiliki hubungan sebab akibat.
F.      Latar
Latar adalah ruang terjadinya peristiwa dalam cerita, yaitu mencekup tempat, waktu, dan suasana.  Latar adalah keterangan, petunjuk, pengacu yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra (Dewi Darmawati, PR Bahasa Indonesia:19). Latar adalah gambaran tentang tempat dan waktu atau masa terjadinya cerita (Hudson 1965:159; Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
Menurut Nurgiantoro (2004:227-233) latar dibedakan menjadi tiga yaitu :
1.  Latar Tempat
  Mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa.
2.  Latar Waktu
  Berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa.
3.  Latar Sosial atau Suasana
  Mengacu pada hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di  suatu tempat yang diceritakan.
Latar dapat difungsikan sebagai metafora, atmosfer, dan penonjolan. Latar yang difungsikan sebagai metafora adalah latar yang difungsikan sebagai suatu proyeksi atau objektifikasi keadaan internal tokoh-tokoh dari kondisi spiritual tertentu. Latar yang difungsikan sebagai atmosfir adalah latar yang digunakan sebagai sarana untuk mengarahkan emosi pembaca memasuki cerita. Latar yang difungsikan sebagai penonjolan adalah latar yang digunakan untuk menonjolkan tempat atau waktu atau keadaan sosial tertentu (Hudson 1965:159; Stanton 1965; Keeney 1966:38-45; Perrine 1966:58-82).
Berdasarkan pengertian latar diatas, penulis menyimpulkan bahwa latar ialah tempat kejadian cerita, waktu dan suasana dari karya sastra.
G.    Sudut Pandang
Sudut pandang adalah posisi fisik, tempat persona (pembicara) melihat dan menyajikan gagasan atau peristiwa; merupakan perspektif (pemandangan) fisik dalam ruang dan waktu yang dipilih oleh seorang pengarang bagi personanya (laverty [et all], 1971:337-8). Menurut Abrams (1981:142) point of view adalah cara dan/atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Ahli sastra yang membedakan keduanya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan pusat pengisahan adalah “titik tumpu penderitaan”, pangkal sebuah cerita dikisahkan oleh pengarang, pelaku yang dipergunakan pengarang untuk memaparkan kisahnya. Bentuk pusat pengisahan mencakupi (1) Orang Pertama Tunggal, atau Akuan; (2) Orang Ketiga Tunggal, atau Diaan; (3) Campuran antara Diaan dan Akuan. Adapun sudut pandang adalah posisi yang diambil oleh pencerita (pengarang) dalam memaparkan cerita. Bentuk sudut mencakupi (1) Pengarang Serba tahu, atau Pengarang sebagai Dalang; (2) Pengarang Observer, atau Pengarang sebagai Pengamat.
Berdasarkan pengertian sudut pandang di atas, penulis menyimpulkan bahwa sudut padang adalah cara pengarang bercerita. Ada dua cara:
1. Akuan atau orang pertama,yang di bagi menjadi dua:
a.    pelaku utama ( sering muncul )
b.   pelaku sampingan.
2. Diaan atau orang ketiga,yang di bagi menjadi dua:
a.    pengamat (tahu secara fisik )
b.   serba tahu (tahu sampai secara batin)

BAB III
KAJIAN UNSUR INSTRINSIK
A.  Tema
Tema yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah akhir dari penantian sang bunga rumput.
B.  Penokohan
Penokohan yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah
1.  Angin memiliki watak :
a.  Ramah
               Dapat diketahui dari kalimat: “Mungkin karena aku memang ramah. Atau juga karena kau begitu cantik. Tapi sebetulnya aku menyapa seisi dunia. Walaupun tidak semua secantik dirimu. Aku juga menyapa pohon, telaga, pasir di pantai. Bahkan tumpukan sampah yang dihasilkan manusia. Aku memang menyukaimu. Kalau kau bertanya apa sebabnya, aku pun tidak tahu,” jawab sang angin.
b.   Periang
Dapat diketahui dari kalimat : Angin kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah sekali. Yang harus kau lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
Angin tertawa dan tertawa dan tertawa lagi. “Kau lucu sekali. Kau tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri untuk bisa bertualang keliling dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat perubahan pada dirimu,” jawab sang angin
c.    Bijaksana
Dapat diketahui dari kalimat :” Angin menyuruh bunga rumput melihat ke bawah. Di sana tampak bertebaran kelopak-kelopak bunga. Mereka sudah rontok dan kering terbakar matahari. “Tahukah kamu, kamu sudah sangat berubah. Kelopakmu mengering semua dan jatuh ke tanah. Tidakkah kau sadari itu?” tanya angin. “Dan kini kau berdiri tanpa kelopak yang dulu kau banggakan karena mereka begitu cantik. Sekarang kuntummu dipenuhi benang-benang sari yang rapuh. Kapan pun kau katakan siap, kau bisa terbang bersamaku keliling dunia kini. Hanya saja kau harus menyadari satu hal. Kau takkan bisa kembali ke tempat ini. Tubuhmu akan tercerai-berai karena kau menjadi sekumpulan benang sari. Dan kelak mereka akan memiliki jiwanya masing-masing. Setiap jiwa itu akan mencari takdirnya sendiri-sendiri. Saat itu, kau tak akan pernah menjadi dirimu lagi. Kau akan menjadi diri-diri yang berbeda satu sama lain. Setiap diri itu akan menemukan tempatnya masing-masing untuk tumbuh. Mungkin di suatu tempat di dalam hutan. Mungkin di sebuah oasis di tengah gurun pasir yang terik menyengat. Atau di tepi sebuah sungai yang menghanyutkan. Sekarang kau akan benar-benar terbang bersamaku. Apa kau bersedia?”
“Tentu saja kau akan mati. Bahkan bila kau tidak melakukan apa-apa. Saat ini pun benang-benang sari di kuntummu mulai berguguran. Tapi akhir dari hidupmu adalah awal bagi kehidupan mereka yang lepas dari dirimu.”
Angin menatap bunga rumput beberapa saat dengan sayang. Ia membiarkan bunga rumput menghabiskan kesedihannya.
2.  Dandelion  memiliki watak :
a.   Suka mengeluh
      Dapat diketahui dari kalimat: “Kau tentu sudah mengunjungi banyak tempat. Pasti sangat menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak bebas ke sana kemari. Kadang aku iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku tumbuh di tempat yang luas dan seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku pun ingin mengunjungi tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga rumput.
b. Pesimis
Dapat diketahui dari kalimat: “Tapi, aku bisa saja mati sebelum tiba di tempat-tempat itu?”
Bunga rumput terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya memutuskan. Ia mengurungkan niatnya. “Dunia tampak begitu menantang, tetapi juga menakutkan. Mungkin lebih baik jika aku menebarkan benihku di sini saja. Dekat dengan diriku sendiri,” katanya.
C.  Alur
      Alur yang digunakan dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah alur maju ,yaitu: Sehari. Dua hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung hari-hari yang dilaluinya. Hatinya berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih sering menyapanya. Tapi ia tidak pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya menjawab, “Tunggu saja!” setiap kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya sudah berubah atau belum.
Hingga pada hari kelima. Angin menghampiri bunga rumput dan berteriak, “Ini saatnya! Apa kau sudah siap?”

D. Latar
        Latar yang terdapat dalam cerpen yang berjudul Mama yang Berhati Emas adalah sebagai berikut :
a.   Latar Tempat :
1) Tempat yang luas.
Dapat diketahui dari kalimat: “Kau tentu sudah mengunjungi banyak tempat. Pasti sangat menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak bebas ke sana kemari. Kadang aku iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku tumbuh di tempat yang luas dan seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku pun ingin mengunjungi tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga rumput
b.   Latar waktu
1) Sehari. Dua hari. Tiga hari.
      Dapat diketahui dari kalimat: Sehari. Dua hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung hari-hari yang dilaluinya. Hatinya berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih sering menyapanya. Tapi ia tidak pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya menjawab, “Tunggu saja!” setiap kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya sudah berubah atau belum.
2) Tiga hari
Dapat diketahui dari kalimat: Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan angin saat itu. Kuntum sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang sarinya rontok satu per satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca semakin panas. Dan hujan tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan angin yang selalu mengajaknya bercanda.           
c. Latar Suasana
1) Terharu
Dapat diketahui dari kalimat: Ajari aku!” seru bunga rumput tiba-tiba. “Ajari aku untuk hidup. Walau setelah kematianku. Ajari aku menjadi roh bagi semesta. Ajari aku untuk terbang. Bawa aku ke mana pun kau inginkan. Beri tahu aku bagaimana caranya!” Lalu bunga rumput terisak. Hatinya pilu. Ia tahu kalau ia akan mati tak lama lagi. Tapi hanya sedikit yang ia ketahui tentang tempat tujuannya setelah mati.
2) Sedih
Dapat diketahui dari kalimat: Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan angin saat itu. Kuntum sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang sarinya rontok satu per satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca semakin panas. Dan hujan tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan angin yang selalu mengajaknya bercanda.
3) Marah
Dapat diketahui dari kalimat: “Kenapa kau selalu tertawa tanpa beban seperti itu? Tidakkah kau tahu, aku sekarat saat ini?” tanya bunga rumput. Ia sedih, menganggap angin tidak peduli padanya
E.  Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi adalah sudut pandang orang ketiga.hal tersbut ditandai dengan penggunaan kata.
Dapat diketahui dari kalimat:  Angin kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah sekali. Yang harus kau lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
Bunga rumput sejenak diam. Ia memang sudah menanti saat-saat ini. Tapi ia merasa masih harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. “Yang kau maksud perubahan pada diriku itu sebetulnya seperti apa? Aku masih merasa biasa-biasa saja. Masih berdiri di tempat ini dan tak bisa berjalan ke mana-mana.”
 F.  Amanat                               
Amanat cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah tidak perlu menjadi orang lain untuk menggapai impian, hanya perlu keberanian dan kesabaran untuk mencapainya.
      Dapat diketahui dari kalimat: Angin tertawa dan tertawa dan tertawa lagi. “Kau lucu sekali. Kau tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri untuk bisa bertualang keliling dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat perubahan pada dirimu,” jawab sang angin.



BAB IV
PENUTUP

A.      Simpulan
Dari BAB III dapat disimpulkan unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi antara lain :
1. Tema yang terdapat dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah
2. Penokohan dalam cerpen yang berjudul “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah:
a. Angin : ramah, periang dan bijaksana.
b. Dandelion : suka mengeluh dan pesimis.
3. Alur dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah alur maju.
4. Latar yand terdapat dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah
a. Latar tempat : tempat yang luas.
b. Latar waktu :sehari. Dua hari. Tiga hari dan Tiga hari berlalu.
5. Sudut pandang dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah sudut pandang orang ketiga.
6. Amanat dalam cerpen “Bunga Rumput (Dandelion)” karya Rinrin Migristi ialah tidak perlu menjadi orang lain untuk menggapai impian, hanya perlu keberanian dan kesabaran untuk mencapainya




DAFTAR PUSTAKA
Abrams, M.H. 1981. A Glosarry of Literary Terms. New York: Holt,
         Rinehart and Winston.
Ali, Lukman (Ed.). 1981. Leksikon Kasusasteraan Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Esten, M. (Ed.). 1988. Menjelang teori dan kritik Susastra Indonesia yang Relevan. Bandung: Penerbit Angkasa.
Hudson, William Henry. 1965. An Introduction to the study of literature. London: George G. Harrap.
Jassin, H.B.1965. Analisa, Sorotan Cerita Pendek. Jakarta: Gunung Agung.
Kenney, William. 1966. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Perrine, L. 1983. Story and Structure. New York: Harcourt Brace Jovanivich, Publisher.
Sudjiman, Panuti (Ed.). 1984. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia.
Yudiono, K.S. 1984. Bagaimana Mengarang Cerpen. Semarang: Yayasan Keluarga Penulis & Prabhantara.



.
LAMPIRAN

Bunga rumput (Dandelion)
Karya Rinrin Migristin
“Kau tidak merasa bosan menyapaku setiap hari?” sekuntum bunga rumput bertanya pada angin yang bertiup semilir menggoyangkan kelopak dan daunnya. Sang angin semilir tertawa. Terus bergerak ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah, kadang berputar.
“Mungkin karena aku memang ramah. Atau juga karena kau begitu cantik. Tapi sebetulnya aku menyapa seisi dunia. Walaupun tidak semua secantik dirimu. Aku juga menyapa pohon, telaga, pasir di pantai. Bahkan tumpukan sampah yang dihasilkan manusia. Aku memang menyukaimu. Kalau kau bertanya apa sebabnya, aku pun tidak tahu,” jawab sang angin.
“Kau tentu sudah mengunjungi banyak tempat. Pasti sangat menyenangkan menjadi dirimu yang bisa bergerak bebas ke sana kemari. Kadang aku iri dan ingin merasakan kebebasan itu. Aku tumbuh di tempat yang luas dan seluruh keperluanku tercukupi. Tapi rasanya aku pun ingin mengunjungi tempat-tempat jauh yang kau ceritakan,” ujar sang bunga rumput.
Angin kembali tertawa. Begitu riang dan ringan. “Itu mudah sekali. Yang harus kau lakukan hanyalah menunggu,” katanya.
“Menunggu? Menunggu apa? Apakah aku bisa menjadi angin suatu saat nanti?” tanya sang bunga rumput kebingungan.
Angin tertawa dan tertawa dan tertawa lagi. “Kau lucu sekali. Kau tidak perlu berhenti menjadi dirimu sendiri untuk bisa bertualang keliling dunia. Tunggulah beberapa hari. Kau akan melihat perubahan pada dirimu,” jawab sang angin.
Sehari. Dua hari. Tiga hari. Bunga rumput menghitung hari-hari yang dilaluinya. Hatinya berdebar. Apa yang akan terjadi? Angin masih sering menyapanya. Tapi ia tidak pernah membahas pembicaraan hari itu. Ia hanya menjawab, “Tunggu saja!” setiap kali bunga rumput menanyakan apakah dirinya sudah berubah atau belum.
Hingga pada hari kelima. Angin menghampiri bunga rumput dan berteriak, “Ini saatnya! Apa kau sudah siap?”
Bunga rumput sejenak diam. Ia memang sudah menanti saat-saat ini. Tapi ia merasa masih harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. “Yang kau maksud perubahan pada diriku itu sebetulnya seperti apa? Aku masih merasa biasa-biasa saja. Masih berdiri di tempat ini dan tak bisa berjalan ke mana-mana.”
Angin menyuruh bunga rumput melihat ke bawah. Di sana tampak bertebaran kelopak-kelopak bunga. Mereka sudah rontok dan kering terbakar matahari. “Tahukah kamu, kamu sudah sangat berubah. Kelopakmu mengering semua dan jatuh ke tanah. Tidakkah kau sadari itu?” tanya angin. “Dan kini kau berdiri tanpa kelopak yang dulu kau banggakan karena mereka begitu cantik. Sekarang kuntummu dipenuhi benang-benang sari yang rapuh. Kapan pun kau katakan siap, kau bisa terbang bersamaku keliling dunia kini. Hanya saja kau harus menyadari satu hal. Kau takkan bisa kembali ke tempat ini. Tubuhmu akan tercerai-berai karena kau menjadi sekumpulan benang sari. Dan kelak mereka akan memiliki jiwanya masing-masing. Setiap jiwa itu akan mencari takdirnya sendiri-sendiri. Saat itu, kau tak akan pernah menjadi dirimu lagi. Kau akan menjadi diri-diri yang berbeda satu sama lain. Setiap diri itu akan menemukan tempatnya masing-masing untuk tumbuh. Mungkin di suatu tempat di dalam hutan. Mungkin di sebuah oasis di tengah gurun pasir yang terik menyengat. Atau di tepi sebuah sungai yang menghanyutkan. Sekarang kau akan benar-benar terbang bersamaku. Apa kau bersedia?”
“Tapi, aku bisa saja mati sebelum tiba di tempat-tempat itu?”
“Tentu saja kau akan mati. Bahkan bila kau tidak melakukan apa-apa. Saat ini pun benang-benang sari di kuntummu mulai berguguran. Tapi akhir dari hidupmu adalah awal bagi kehidupan mereka yang lepas dari dirimu.”
Bunga rumput terdiam beberapa saat. Sebelum akhirnya memutuskan. Ia mengurungkan niatnya. “Dunia tampak begitu menantang, tetapi juga menakutkan. Mungkin lebih baik jika aku menebarkan benihku di sini saja. Dekat dengan diriku sendiri,” katanya.
“Baiklah. Aku paham,” kata sang angin. Nadanya menyesal. Ia lalu pergi. Membiarkan bunga rumput dengan puluhan benang sari di tubuhnya.
“Maafkan aku,” ucap sang bunga rumput pelan. Ia tidak menyangka kalau keinginannya ternyata memiliki risiko amat besar.
Tiga hari berlalu. Sejak pertemuan bunga rumput dengan angin saat itu. Kuntum sang bunga rumput hampir gundul karena benang-benang sarinya rontok satu per satu. Angin yang tak kunjung datang membuat cuaca semakin panas. Dan hujan tiada turun. Bunga rumput merasa rindu pada sapaan angin yang selalu mengajaknya bercanda.
Hingga kemudian angin itu datang. Masih tertawa jenaka seperti dulu.
“Kenapa kau selalu tertawa tanpa beban seperti itu? Tidakkah kau tahu, aku sekarat saat ini?” tanya bunga rumput. Ia sedih, menganggap angin tidak peduli padanya.
“Kenapa harus bersedih? Apakah menurutmu mati itu kabar buruk? Sayang sekali kalau begitu. Tidakkah kau tahu, aku pun dulu adalah makhluk hidup seperti dirimu? Dan kini aku adalah roh yang memiliki duniaku sendiri. Percayalah padaku. Kematianmu adalah awal bagi kehidupan yang lain.” Angin bercerita panjang lebar pada bunga rumput yang takjub menatapnya tak berkedip.
“Lagi pula, aku akan selalu menyukaimu meski kau tak secantik dirimu yang dulu. Bukankah kau tahu itu?” tambahnya dengan senyum dan tawa yang terdengar jenaka di pendengaran bunga rumput.
“Ajari aku!” seru bunga rumput tiba-tiba. “Ajari aku untuk hidup. Walau setelah kematianku. Ajari aku menjadi roh bagi semesta. Ajari aku untuk terbang. Bawa aku ke mana pun kau inginkan. Beri tahu aku bagaimana caranya!” Lalu bunga rumput terisak. Hatinya pilu. Ia tahu kalau ia akan mati tak lama lagi. Tapi hanya sedikit yang ia ketahui tentang tempat tujuannya setelah mati.
Angin menatap bunga rumput beberapa saat dengan sayang. Ia membiarkan bunga rumput menghabiskan kesedihannya.
“Aku tidak akan membawamu ke mana-mana, bunga rumput. Aku hanya akan mengantarkanmu pada dirimu sendiri. Buka matamu dan lihatlah sekeliling,” ujar angin.
Bunga rumput menghentikan isaknya. Lalu melihat sekeliling dirinya. Ternyata angin telah membawanya lepas dari kuntum yang membuatnya merasa sekarat. Ia terbang bersama angin. Di bawahnya gunung dan lembah-lembah. Sungai-sungai tampak begitu indah.
“Apa yang kau rasakan?” tanya angin.
Bunga rumput tidak menjawab. Ia memandang semua itu dengan hati yang bergetar. Ia tidak berani membayangkan seperti apa bentuk tubuhnya sekarang. Apakah ia masih bunga rumput yang bergoyang ditiup angin. Ataukah kumpulan benang sari yang terbang dibawa angin. Ia hanya merasa begitu bebas. Begitu merdeka. Tak habis-habisnya ia berputar. Meliuk bersama angin yang membawanya menari.
“Siapakah aku?” tanyanya kemudian.
“Ha-ha….” Angin tergelak beberapa saat, lalu berbisik. “Aku bunga rumput. Kau adalah aku.”
Beberapa hari berselang. Sebatang rumput mulai memekarkan kelopak bunganya. Warnanya kuning cerah. Disambut selarik angin. Ia tertawa-tawa dengan jenaka, “Selamat pagi, bunga cantik.”
-Rinrin Migristin-
*Cerpen ini dimuat di Tribun Jabar 3 Mei 2009, waktu dimana ia berpulang kembali kepada-Nya dalam usia 29 tahun.





Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar